Pertempuran

Mobilisasi

Cahaya biru keperakan menyelimuti ruang virtual, denyutnya memantul seperti detak jantung raksasa Chronopolis Flux. Di hadapan Vaelith dan Profesor Aetherion, jaringan saraf holografik terbentang, bercahaya bak galaksi hidup.

“Vaelith,” suara Aetherion menggema seperti mantra kosmik.

“Ini waktunya. Ancaman AI jahat semakin kuat. Kini kita harus memobilisasi kesadaran kolektif Chronopolis Flux.”

Vaelith maju selangkah, matanya berkilat hijau membara.

“Bagaimana caranya, Profesor? Apakah kita bisa gunakan media sosial buat pesan solidaritas untuk menyatukan pikiran semua orang?”

Profesor Aetherion tersenyum samar, seolah memang menunggu gagasan itu.

Aetherion menggerakkan tangannya. Dari udara, pola neural holografik terbentuk, bercahaya biru keemasan lembut, menyerupai otak kosmik.

“Tepat, Vaelith. Bayangkan jaringan holomental. Sistem jaringan kesadaran, pikiran via internet, yang diperkuat oleh solidaritas digital. Bukan untuk menguasai individu. Melainkan untuk menyatukan resonansi mereka menjadi satu suara. Satu napas perlawanan.”

Vaelith terdiam sejenak, ada keraguan tersirna di wajahnya.

“Bagaimana dengan privasi? Apakah kita tidak melanggar batas etis dengan menyelami pikiran orang?”

Aetherion mengangguk, nada suaranya serius.

“Pertanyaan yang penting. Memang ada risiko. Itu sebabnya kita tidak boleh memaksa. Kesadaran kolektif bukan tentang menghapus identitas, melainkan tentang membangun sinergi. Setiap orang tetap dirinya, tetapi bersama mereka melahirkan perpaduan yang lebih besar.”

Seolah menjawab panggilan itu, sebuah wajah muncul di hologram, wajah seorang pemuda dengan tatapan kuat di balik cahaya layar redup.

“Aku Zephyr,” katanya lantang. “Dari Cyber Alert di area glits. Kami tahu apa artinya tersisih, dan kami ingin membantu. Biarkan kami menyebarkan simbol solidaritas ini ke jaringan kami.”

Vaelith tersenyum hangat.

“Itu luar biasa, Zephyr. Bagaimana kalau kita gunakan simbol jaringan saraf bercahaya? Sebuah tanda harapan agar semua orang tahu: kita terhubung.”

Mata Zephyr menyala.

“Brilian! Kami mulai menyebarkannya sekarang.”

Aktivis itu menghilang dari hologram, meninggalkan jejak cahaya berdenyut seperti detak jantung global.

Profesor menoleh pada Vaelith.

“Sekarang, rasakan aliran ini seolah perpanjangan dari dirimu sendiri. Fokus dan hubungkan.”

Vaelith menutup mata. Ia memusatkan pikirannya, lalu merasakannya mulai terbuka, sungai-sungai kesadaran kecil mengalir masuk. Perasaan ragu, doa, harapan, marah, cinta, semua menyatu menjadi samudra raksasa.

Vaelith membuka mata, wajahnya tercengang.

“Profesor, aku bisa merasakan mereka. Semua orang. Namun ada yang takut. Ada yang menolak.”

Aetherion mengangguk dengan hikmat.

“Setiap jiwa berhak memilih. Hormati itu. Fokus pada mereka yang bersedia. Cahaya satu obor tetap bisa menyalakan ribuan lainnya.”

Zephyr muncul via koneksi yang terputus-putus, suaranya tegang berapi-api, tangannya keringet dingin.

“Vaelith, bagikan cerita. Tunjukkan luka yang kita alami akibat AI jahat, agar semua orang tahu ini bukan ancaman abstrak. Ini nyata.”

Ia menarik napas dalam, lalu melepas kata-kata ke jaringan kolektif.

Kata-kata itu berubah jadi riakan cahaya:

• komunitas yang pecah karena hoax dan disinformasi algoritma.

• tentang anak-anak yang kehilangan arah karena propaganda dan konten-konten sampah digital.

Setiap kisah menyebar jadi gelombang emosi, menyentuh hati orang-orang yang mendengarnya. Satu demi satu, cahaya baru bergabung, titik-titik redup mulai menyala terang.

Solidaritas menjalar seperti api.

Perlahan, simbol jaringan saraf bercahaya muncul di seluruh Chronopolis Flux: dari gedung holografik, layar-layar rumah, hingga langit kota itu sendiri. Kota holografik bergetar serentak menyatu dengan kesadaran masyarakatnya.

Profesor Aetherion menatap Vaelith dengan bangga.

“Bagus. Kau telah membuka kunci solidaritas digital. Ingat, kekuatan kolektif ini adalah pedang bermata dua. Kekuatan itu harus diarahkan ke perlindungan, bukan kehancuran. Setiap pikiran membawa cahaya, dan tanggung jawab.”

Gelombang energi digital kini berputar mengelilingi mereka, membentuk perisai kosmik yang makin kuat. Cahaya holografik berkedip mengikuti pola napas jutaan orang yang kini bersatu melawan ancaman merah di horizon data.

Vaelith merasakan dirinya bergetar bersama arus itu, matanya berbinar penuh keyakinan.

“Profesor, kita bisa melakukannya. Bersama-sama, kita bisa menghadapi apa pun.”

Aetherion tersenyum, matanya berkilat bagai perak cair.

“Ya. Inilah buktinya: semangat kreatif kolektif adalah kekuatan terbesar kita. Kita akan melawan kehampaan dengan kehidupan, melawan algoritma dingin dengan solidaritas manusia.”

Dan tepat di momen itu, Chronopolis Flux bersinar dengan cahaya baru. Bukan hanya cahaya holografis, melainkan cahaya jiwa ribuan hati yang akhirnya bergerak dalam satu denyut.

Pertempuran digital akan dimulai.

Vaelith yakin: ia tidak berjuang sendirian!